“Lagian,
gak bakal bete kali sekolah di sini. Nih, ya… aku denger-denger ada anak kece nan ganteng yang masuk sekolah ini.
Namanya Ariel. Aku jadi penasaran deh,”
kata Linda sambil mesem-mesem
sendiri.
“Emangnya
dia kece gimana maksud kamu?” Tanya
Helen.
“Selain
ganteng. Dia itu juara anggar loh…
keren, ya? Aku ingin deh, punya kakak
sekeren itu,” jelas Linda.
Helen
dan Irene tertawa.
“Kok ketawa? Apa yang lucu?” Linda
garuk-garuk tidak gatal.
“Jadi
kamu baru sadar kalau olahraga anggar itu keren? Tapi kok kamu selalu malas ya menemaniku nonton pertandingan anggarnya
Helen?” Tanya Irene.
“Kamu
juga pernah bilang, ‘ah… apa bagusnya sih?
Itu sih namanya bukan olahraga.
Kalahnya cuma sebentar, gak seru’” kata Helen sambil menirukan
celotehan Linda.
Linda
berpikir sebentar, “Iya… iya… aku akui deh
kalau olahraga anggar itu emang keren. Tapi yang jelas, aku sudah gak sabar nih, ingin ketemu sama dia.”
Episode 2...
Teet…teet…teet…
bel berbunyi.
“Sekarang
jam berapa, Hel?” Tanya Irene
“Tujuh,”
kata Helen sambil menatap arlojinya.
“Wah,
sudah waktunya masa orientasi, nih. Yuk, kita kembali ke kelas
masing-masing,” Linda mengingatkan.
Merekapun
bersama-sama menuju kelas mereka.
Di kelas Helen…
Helen
bertemu lagi dengan orang yang menabraknya tadi. Ternyata, Helen satu kelas
dengan orang tersebut.
“Aduh,
4L. Lo Lagi Lo Lagi. Kenapa sih kamu ngikutin aku terus?” kata anak
itu sinis.
“Ih… jangan ge’er, ya? Siapa yang ngikutin kamu? Jangan kepedean deh. Lagi pula,
ini kan kelasku. Atau jangan-jangan…
kamu ya yang ngikutin aku?” Helen membela diri.
Mereka
pun berdebat. Pastinya memperdebatkan hal-hal yang tidak penting. Mereka hanya
membuang-buang waktu. Bukannya mencari tempat duduk, mereka malah berdebat gak jelas. Alhasil, saat teman-teman
yang lain sudah mendapatkan tempat duduknya masing-masing, mereka tinggal berdua sampai kakak kelas datang
ke kelas mereka.
“Selamat
pagi,” kata Sammy, kakak kelas.
Helen
dan Ariel panik. Mereka masih berdiri. Saat Helen melihat meja dengan sepasang
bangku kosong, cepat-cepat Helen menghampiri meja itu. Saat dia ingin duduk,
tiba-tiba anak itu mencegahnya.
“Aku
mau duduk di tempat ini,” kata anak itu.
“Apa-apaan
sih? Aku yang mau duduk di sini duluan.
Jadi kamu lebih baik minggir deh.
Sana cari tempat duduk yang lain,” Helen mengusir anak itu.
Mereka
tidak sadar kalau mereka sedang mejadi perhatian satu kelas. Bahkan, ada satu
anak yang memperhatikan mereka dengan wajah yang aneh. Kakak-kakak kelas pun
memperhatikan mereka.
“Lebih
baik, kalian semeja saja deh, kami
mau memulai orientasi, loh,” kata
salah satu kakak kelas.
Helen
dan anak itu saling bertatap muka.
“Uh…
menyebalkan. Lebih baik aku duduk di lantai daripada semeja dengan orang yang
sombong,” gumam Helen dalam hati.
“Kalau
kakak kelas gak nyuruh aku untuk
semeja sama kamu, aku sudah duduk di lantai dari tadi,” kata anak itu sambil menatap
Helen.
Helen
hanya menggeleng-geleng kepala. Masa orientasi sekolah di Georgino Junior High
School sangat menyenangkan. Para kakak kelas di sini sangat ramah-tamah. Mereka
mendemonstrasikan ekskul mereka dan memperkenalkan pelajaran-pelajaran serta
warga sekolah. Ekskul-ekskul yang didemonstrasikan adalah musik, olahraga, cheerleader, pramuka, teater, dan masih
banyak lagi. Dan yang lebih mengasyikkan lagi, ternyata ekskul anggar pun ada.
Tak
terasa lima jam pun berlalu. Arloji Helen menunjukkan waktu pukul 12.30 siang.
Ini berarti masa orientasi sudah selesai. Bel pun sudah berbunyi. Helen segera
mengancingkan tasnya dan bersiap-siap untuk pulang. Saat dia berdiri, tiba-tiba
anak yang semeja dengannya menarik tangan Helen.
“Aku
dengar, kamu masuk ke sekolah ini lewat beasiswa, ya?” kata anak itu.
Helen
tidak mempedulikan anak itu dan beranjak pergi.
“Tunggu
dulu. Kamu masuk ke sekolah ini karena beasiswa atas keterampilanmu dalam
olahraga anggar, kan?” kata anak itu lagi.
“Bukan
urusanmu,” jawab Helen ketus.
“Aku
tertarik untuk bertanding dengan orang seperti kamu. Aku juga pernah meraih
juara dalam kompetesi anggar. Bagaimana kalau jam satu siang nanti kita berduel
anggar di aula olahraga? Kebetulan juga, hari ini kakak kelas yang
mendemonstrasikan ekskul agar tadi sedang berkumpul. Jadi kita bisa meminta
mereka untuk menjadi jurinya. Bagaimana?” kata anak itu.
“Oke!
Siapa takut? Setengah jam lagi kita akan berduel. Jangan sampai gak datang, ya,” kata Helen.
Helen
menuju ke kelas 7d, ke kelas Linda. Sesampainya di kelas Linda, ternyata Irene
sudah ada di kelas Linda.
“Hai
Helen… Bagaimana masa orientasinya? Menyenangkan tidak?” kata Irene.
“Ya…
lumayanlah untuk hari pertama, ternyata kata kamu benar, gak semua orang yang bersekolah di sini sombong-sombong,” kata
Helen sambil tersenyum.
“Nah… begitu, dong, kan kalau kamu
senyum jadi cantik,” kata Linda.
“Kamu
baru tahu ya, kalau aku cantik?” kata Helen.
“Ih…
kamu. Baru dipuji sedikit aja sudah nge-fly,”
kata Irene.
“He…he…he…
gapapa, yang penting aku senyum, kan?”
kata Helen.
“Ya
sudah, tunggu apa lagi? Yuk, kita
pulang.” kata Irene.
“Eh,
tunggu dulu. Sepulang sekolah ini aku mau duel dulu,” kata Helen.
“Duel?
Duel itu bukannya yang nyanyi berdua, ya?” kata Linda.
“Itu
namanya duet, Lin… Please, deh… duel
itu artinya bertarung. Emangnya kamu mau duel dengan siapa, Hel?” Tanya Irene.
“Aku
mau berduel dengan anak yang bertabrakan denganku tadi pagi itu. Ternyata dia
sekelas denganku. Dan lebih buruknya lagi… kami semeja. Dan dia bilang duelnya
di mulai jam satu siang di aula olahraga… Eh…
gawat, sudah jam satu. Aku harus kesana sekarang.” Kata Helen.
“Eh,
kami ikut, dong,” kata Irene.
“Ren,
aku gak mau ikut, ya? Kalau kamu mau
ikut, sana pergi sendiri,” bisik Linda kepada Irene.
“Oh…
ya sudah. Mau titip salam gak buat
Ariel? Siapa tahu nanti kami bertemu dengannya,” kata Irene mengejek sambil
meninggalkan Linda.
“Ariel?
Eh… aku ikut deh… jangan tinggalin aku, dong…” Linda mengejar Helen dan Irene.
Sesampainya
di aula olahraga…
“Terlambat
lima menit,” kata anak itu.
“Biar!
Lagi pula, kamu semestinya bersyukur aku mau datang,” kata Helen.
“Ya
sudah. Sana cepat ganti baju. Jangan membuang-buang waktu,” kata anak itu
sambil melemparkan kostum untuk olahraga anggar kepada Helen.
Helen
langsung ke kamar ganti dan mengganti bajunya. Lima menit kemudian, mereka
berduel. Pertandingan berlangsung sangat sengit. Helen tampak tergesa-gesa
menjatuhkan lawannya. Berkali-kali pedangnya dihunuskan kepada anak itu.
Tetapi, anak itu tampak luwes menangkis serangan dari Helen. Dan anak itu pun
tidak mau kalah. Tangannya yang cepat itu menghunuskan pedangnya ke Helen.
Untung saja Helen dapat menghindar dari serangan tersebut. Dan orang-orang yang
ada disana perlahan-lahan menuju ke tempat mereka berduel. Helen hilang
konsentrasi, dan dia menoleh ke tempat temannya duduk, dan…
Teet… anak
itu mengalahkan Helen.
“Aku
menang,” kata anak itu.
Helen
hanya diam.
“Semestinya,
murid seperti kamu itu tidak pantas mendapatkan beasiswa dan bersekolah disini,
Helena Anastasya.” Kata anak itu sombong.
“Darimana
dia tahu namaku?” gumam Helen dalam hati.
“Hei,
ini masih permulaan ya, anak misterius,” Helen membela diri.
“Jangan
memanggilku dengan sebutan anak misterius. Perkenalkan, namaku adalah Ariel
Alexandria. Kau bisa memanggilku Ariel,” kata anak itu sambil tersenyum. Kali
ini senyumnya tidak sinis, melainkan senyum yang ramah.
“Oh…
jadi anak ini yang diceritakan Linda. Kemampuannya memang sangat bagus. Pantas
saja Linda mengaguminya,” gumam Helen dalam hati.
“Lain
kali, kita berduel lagi ya? Aku senang berduel dengan cewek seperti kamu,” kata Ariel.
Helen
langsung menuju ke tempat Irene dan Linda, dia mengambil tasnya dan menuju ke
ruang ganti untuk mengganti pakaiannya. Setelah selesai, Helen langsung
mengajak Irene dan Linda untuk pulang. Mereka pulang ke rumah dengan jalan kaki.
Mereka bercakap-cakap saat di perjalanan.
“Oh,
jadi itu yang namanya Ariel?” Tanya Helen.
“Iya,
yang itu orangnya. Yang bertabrakan sama kamu, yang sekelas sama kamu, yang
semeja sama kamu, yang menurut kamu sombong, dan yang terakhir… yang berduel
sama kamu,” kata Linda kesal.
“Loh, kok kamu kesal, Lin?” kata Helen.
“Aku
bete aja. Kenapa bukan aku aja yang
kayak begitu sama Ariel?” kata Linda. Kali ini bibirnya agak maju.
“Oh…
karena itu,” kata Irene meledek Linda.
“Ih… kamu nyebelin banget, sih Ren,” kata Linda gemas sambil
mencubit hidung Irene. Irene pun meringgis kesakitan. Helen pun tertawa melihat
tingkah teman-temannya yang lucu itu. Setelah lama berjalan, tak terasa mereka
telah sampai di perempatan jalan. Di perempatan jalan pun mereka berpisah.
Helen belok ke kiri, Linda lurus, dan Irene belok ke kanan.
Bersambung...
0 comments:
Post a Comment