CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Saturday, January 12, 2013

Love In Paris EP. 2

Episode sebelumnya...

“Lagian, gak bakal bete kali sekolah di sini. Nih, ya… aku denger-denger ada anak kece nan ganteng yang masuk sekolah ini. Namanya Ariel. Aku jadi penasaran deh,” kata Linda sambil mesem-mesem sendiri.

“Emangnya dia kece gimana maksud kamu?” Tanya Helen.

“Selain ganteng. Dia itu juara anggar loh… keren, ya? Aku ingin deh, punya kakak sekeren itu,” jelas Linda.

Helen dan Irene tertawa.

Kok ketawa? Apa yang lucu?” Linda garuk-garuk tidak gatal.

“Jadi kamu baru sadar kalau olahraga anggar itu keren? Tapi kok kamu selalu malas ya menemaniku nonton pertandingan anggarnya Helen?” Tanya Irene.

“Kamu juga pernah bilang, ‘ah… apa bagusnya sih? Itu sih namanya bukan olahraga. Kalahnya cuma sebentar, gak seru’” kata Helen sambil menirukan celotehan Linda.

Linda berpikir sebentar, “Iya… iya… aku akui deh kalau olahraga anggar itu emang keren. Tapi yang jelas, aku sudah gak sabar nih, ingin ketemu sama dia.”
Episode 2...

Teet…teet…teet… bel berbunyi.

“Sekarang jam berapa, Hel?” Tanya Irene

“Tujuh,” kata Helen sambil menatap arlojinya.

“Wah, sudah waktunya masa orientasi, nih. Yuk, kita kembali ke kelas masing-masing,” Linda mengingatkan.

Merekapun bersama-sama menuju kelas mereka.

Di kelas Helen…

Helen bertemu lagi dengan orang yang menabraknya tadi. Ternyata, Helen satu kelas dengan orang tersebut.

“Aduh, 4L. Lo Lagi Lo Lagi. Kenapa sih kamu ngikutin aku terus?” kata anak itu sinis.

Ih… jangan ge’er, ya? Siapa yang ngikutin kamu? Jangan kepedean deh. Lagi pula, ini kan kelasku. Atau jangan-jangan… kamu ya yang ngikutin aku?” Helen membela diri.

Mereka pun berdebat. Pastinya memperdebatkan hal-hal yang tidak penting. Mereka hanya membuang-buang waktu. Bukannya mencari tempat duduk, mereka malah berdebat gak jelas. Alhasil, saat teman-teman yang lain sudah mendapatkan tempat duduknya masing-masing,  mereka tinggal berdua sampai kakak kelas datang ke kelas mereka.

“Selamat pagi,” kata Sammy, kakak kelas.

Helen dan Ariel panik. Mereka masih berdiri. Saat Helen melihat meja dengan sepasang bangku kosong, cepat-cepat Helen menghampiri meja itu. Saat dia ingin duduk, tiba-tiba anak itu mencegahnya.

“Aku mau duduk di tempat ini,” kata anak itu.

“Apa-apaan sih? Aku yang mau duduk di sini duluan. Jadi kamu lebih baik minggir deh. Sana cari tempat duduk yang lain,” Helen mengusir anak itu.

Mereka tidak sadar kalau mereka sedang mejadi perhatian satu kelas. Bahkan, ada satu anak yang memperhatikan mereka dengan wajah yang aneh. Kakak-kakak kelas pun memperhatikan mereka.

“Lebih baik, kalian semeja saja deh, kami mau memulai orientasi, loh,” kata salah satu kakak kelas.

Helen dan anak itu saling bertatap muka.

“Uh… menyebalkan. Lebih baik aku duduk di lantai daripada semeja dengan orang yang sombong,” gumam Helen dalam hati.

“Kalau kakak kelas gak nyuruh aku untuk semeja sama kamu, aku sudah duduk di lantai dari tadi,” kata anak itu sambil menatap Helen.

Helen hanya menggeleng-geleng kepala. Masa orientasi sekolah di Georgino Junior High School sangat menyenangkan. Para kakak kelas di sini sangat ramah-tamah. Mereka mendemonstrasikan ekskul mereka dan memperkenalkan pelajaran-pelajaran serta warga sekolah. Ekskul-ekskul yang didemonstrasikan adalah musik, olahraga, cheerleader, pramuka, teater, dan masih banyak lagi. Dan yang lebih mengasyikkan lagi, ternyata ekskul anggar pun ada.

Tak terasa lima jam pun berlalu. Arloji Helen menunjukkan waktu pukul 12.30 siang. Ini berarti masa orientasi sudah selesai. Bel pun sudah berbunyi. Helen segera mengancingkan tasnya dan bersiap-siap untuk pulang. Saat dia berdiri, tiba-tiba anak yang semeja dengannya menarik tangan Helen.

“Aku dengar, kamu masuk ke sekolah ini lewat beasiswa, ya?” kata anak itu.

Helen tidak mempedulikan anak itu dan beranjak pergi.

“Tunggu dulu. Kamu masuk ke sekolah ini karena beasiswa atas keterampilanmu dalam olahraga anggar, kan?” kata anak itu lagi.

“Bukan urusanmu,” jawab Helen ketus.

“Aku tertarik untuk bertanding dengan orang seperti kamu. Aku juga pernah meraih juara dalam kompetesi anggar. Bagaimana kalau jam satu siang nanti kita berduel anggar di aula olahraga? Kebetulan juga, hari ini kakak kelas yang mendemonstrasikan ekskul agar tadi sedang berkumpul. Jadi kita bisa meminta mereka untuk menjadi jurinya. Bagaimana?” kata anak itu.

“Oke! Siapa takut? Setengah jam lagi kita akan berduel. Jangan sampai gak datang, ya,” kata Helen.

Helen menuju ke kelas 7d, ke kelas Linda. Sesampainya di kelas Linda, ternyata Irene sudah ada di kelas Linda.

“Hai Helen… Bagaimana masa orientasinya? Menyenangkan tidak?” kata Irene.

“Ya… lumayanlah untuk hari pertama, ternyata kata kamu benar, gak semua orang yang bersekolah di sini sombong-sombong,” kata Helen sambil tersenyum.

Nah… begitu, dong, kan kalau kamu senyum jadi cantik,” kata Linda.

“Kamu baru tahu ya, kalau aku cantik?” kata Helen.

“Ih… kamu. Baru dipuji sedikit aja sudah nge-fly,” kata Irene.

“He…he…he… gapapa, yang penting aku senyum, kan?” kata Helen.

“Ya sudah, tunggu apa lagi? Yuk, kita pulang.” kata Irene.

“Eh, tunggu dulu. Sepulang sekolah ini aku mau duel dulu,” kata Helen.

“Duel? Duel itu bukannya yang nyanyi berdua, ya?” kata Linda.

“Itu namanya duet, Lin… Please, deh… duel itu artinya bertarung. Emangnya kamu mau duel dengan siapa, Hel?” Tanya Irene.

“Aku mau berduel dengan anak yang bertabrakan denganku tadi pagi itu. Ternyata dia sekelas denganku. Dan lebih buruknya lagi… kami semeja. Dan dia bilang duelnya di mulai jam satu siang di aula olahraga… Eh… gawat, sudah jam satu. Aku harus kesana sekarang.” Kata Helen.

“Eh, kami ikut, dong,” kata Irene.

“Ren, aku gak mau ikut, ya? Kalau kamu mau ikut, sana pergi sendiri,” bisik Linda kepada Irene.

“Oh… ya sudah. Mau titip salam gak buat Ariel? Siapa tahu nanti kami bertemu dengannya,” kata Irene mengejek sambil meninggalkan Linda.

“Ariel? Eh… aku ikut deh  jangan tinggalin aku, dong…” Linda mengejar Helen dan Irene.

Sesampainya di aula olahraga…

“Terlambat lima menit,” kata anak itu.

“Biar! Lagi pula, kamu semestinya bersyukur aku mau datang,” kata Helen.

“Ya sudah. Sana cepat ganti baju. Jangan membuang-buang waktu,” kata anak itu sambil melemparkan kostum untuk olahraga anggar kepada Helen.

Helen langsung ke kamar ganti dan mengganti bajunya. Lima menit kemudian, mereka berduel. Pertandingan berlangsung sangat sengit. Helen tampak tergesa-gesa menjatuhkan lawannya. Berkali-kali pedangnya dihunuskan kepada anak itu. Tetapi, anak itu tampak luwes menangkis serangan dari Helen. Dan anak itu pun tidak mau kalah. Tangannya yang cepat itu menghunuskan pedangnya ke Helen. Untung saja Helen dapat menghindar dari serangan tersebut. Dan orang-orang yang ada disana perlahan-lahan menuju ke tempat mereka berduel. Helen hilang konsentrasi, dan dia menoleh ke tempat temannya duduk, dan…

Teet… anak itu mengalahkan Helen.

“Aku menang,” kata anak itu.

Helen hanya diam.

“Semestinya, murid seperti kamu itu tidak pantas mendapatkan beasiswa dan bersekolah disini, Helena Anastasya.” Kata anak itu sombong.

“Darimana dia tahu namaku?” gumam Helen dalam hati.

“Hei, ini masih permulaan ya, anak misterius,” Helen membela diri.

“Jangan memanggilku dengan sebutan anak misterius. Perkenalkan, namaku adalah Ariel Alexandria. Kau bisa memanggilku Ariel,” kata anak itu sambil tersenyum. Kali ini senyumnya tidak sinis, melainkan senyum yang ramah.

“Oh… jadi anak ini yang diceritakan Linda. Kemampuannya memang sangat bagus. Pantas saja Linda mengaguminya,” gumam Helen dalam hati.

“Lain kali, kita berduel lagi ya? Aku senang berduel dengan cewek seperti kamu,” kata Ariel.

Helen langsung menuju ke tempat Irene dan Linda, dia mengambil tasnya dan menuju ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya. Setelah selesai, Helen langsung mengajak Irene dan Linda untuk pulang. Mereka pulang ke rumah dengan jalan kaki. Mereka bercakap-cakap saat di perjalanan.

“Oh, jadi itu yang namanya Ariel?” Tanya Helen.

“Iya, yang itu orangnya. Yang bertabrakan sama kamu, yang sekelas sama kamu, yang semeja sama kamu, yang menurut kamu sombong, dan yang terakhir… yang berduel sama kamu,” kata Linda kesal.

Loh, kok kamu kesal, Lin?” kata Helen.

“Aku bete aja. Kenapa bukan aku aja yang kayak begitu sama Ariel?” kata Linda. Kali ini bibirnya agak maju.

“Oh… karena itu,” kata Irene meledek Linda.

Ih… kamu nyebelin banget, sih Ren,” kata Linda gemas sambil mencubit hidung Irene. Irene pun meringgis kesakitan. Helen pun tertawa melihat tingkah teman-temannya yang lucu itu. Setelah lama berjalan, tak terasa mereka telah sampai di perempatan jalan. Di perempatan jalan pun mereka berpisah. Helen belok ke kiri, Linda lurus, dan Irene belok ke kanan.
Bersambung...

0 comments:

Post a Comment